Kisah “Betapa Malunya Aku Mendengar Kata-kata Penjual Rujak Buah” Ini Membuat Pembaca Seperti di …
Sebuah kisah viral yang
menggugah hati. Diceritakan oleh seorang wanita bernama Yeti Haryati, obrolanya
dengan seorang penjual rujak itu benar-benar membuka hatinya. Inti dari
percakapanya adalah mengenai rezeki yang diberikan oleh Allah kepada semua
manusia. Berikut ceritanya, Kemarin
hujan mulai jam sembilan pagi, seorang tukang rujak numpang berteduh di teras
ruko saya. Masih penuh gerobaknya, buah-buah tertata rapi. Kulihat beliau
membuka buku kecil, rupanya Al-Qur’an. Beliau tekun dengan Al-Qur’annya. Sampai
jam sepuluh hujan belum berhenti.
Saya mulai risau karena sepi tak ada pembeli datang. Saya keluar memberikan air minum. “Kalau musim hujan jualannya repot juga ya pak? Mana masih banyak banget.”
Beliau tersenyum, “Iya bu… Mudah-mudahan ada rejekinya,” jawabnya.
“Aamiin” kataku.
“Kalau gak abis gimana pak?” tanyaku.
“Kalau gak abis ya risiko bu, kayak semangka, melon yang udah kebuka ya kasih ke tetangga, mereka juga seneng daripada terbuang. Kayak bengkoang, jambu, mangga yang masih bagus bisa disimpan. Mudah-mudahan aja dapet nilai sedekah,” katanya tersenyum.
“Kalau hujan terus sampai sore gimana, pak?” tanyaku lagi.
“Alhamdulillah bu, berarti rejeki saya hari ini diizinkan banyak berdoa. Kan kalau hujan waktu mustajab buat berdoa bu,” katanya sambil tersenyum.
“Dikasih kesempatan berdoa juga rejeki bu,” lanjutnya.
“Kalau gak dapet uang gimana pak?” tanyaku lagi.
“Berarti rejeki saya bersabar bu, Allah yang ngatur rejeki bu, saya bergantung sama Allah. Apa aja bentuk rezeki yang Allah kasih ya saya syukuri aja. Tapi Alhamdulillah, saya jualan rujak belum pernah kelaparan. Pernah enggak dapat uang sama sekali, tau-tau tetangga ngirimin makanan,” katanya.
“Kita hidup cari apa bu? yang penting bisa makan biar ada tenaga buat ibadah dan usaha,” katanya lagi sambil memasukan Al-Qur’an ke kotak di gerobak.
“Mumpung hujannya rintik bu, saya bisa jalan. Makasih ya bu!” lanjutnya.
Saya terpana, betapa malunya saya, dipenuhi rasa gelisah ketika hujan datang, begitu khawatirnya rejeki materi tak didapat sampai mengabaikan nikmat yang ada di depan mata.
Saya jadi sadar bahwa rezeki, hidayah, dapat beribadah, dapat bersyukur dan bersabar adalah jauh-jauh lebih berharga daripada uang, harta dan jabatan.
Saya mulai risau karena sepi tak ada pembeli datang. Saya keluar memberikan air minum. “Kalau musim hujan jualannya repot juga ya pak? Mana masih banyak banget.”
Beliau tersenyum, “Iya bu… Mudah-mudahan ada rejekinya,” jawabnya.
“Aamiin” kataku.
“Kalau gak abis gimana pak?” tanyaku.
“Kalau gak abis ya risiko bu, kayak semangka, melon yang udah kebuka ya kasih ke tetangga, mereka juga seneng daripada terbuang. Kayak bengkoang, jambu, mangga yang masih bagus bisa disimpan. Mudah-mudahan aja dapet nilai sedekah,” katanya tersenyum.
“Kalau hujan terus sampai sore gimana, pak?” tanyaku lagi.
“Alhamdulillah bu, berarti rejeki saya hari ini diizinkan banyak berdoa. Kan kalau hujan waktu mustajab buat berdoa bu,” katanya sambil tersenyum.
“Dikasih kesempatan berdoa juga rejeki bu,” lanjutnya.
“Kalau gak dapet uang gimana pak?” tanyaku lagi.
“Berarti rejeki saya bersabar bu, Allah yang ngatur rejeki bu, saya bergantung sama Allah. Apa aja bentuk rezeki yang Allah kasih ya saya syukuri aja. Tapi Alhamdulillah, saya jualan rujak belum pernah kelaparan. Pernah enggak dapat uang sama sekali, tau-tau tetangga ngirimin makanan,” katanya.
“Kita hidup cari apa bu? yang penting bisa makan biar ada tenaga buat ibadah dan usaha,” katanya lagi sambil memasukan Al-Qur’an ke kotak di gerobak.
“Mumpung hujannya rintik bu, saya bisa jalan. Makasih ya bu!” lanjutnya.
Saya terpana, betapa malunya saya, dipenuhi rasa gelisah ketika hujan datang, begitu khawatirnya rejeki materi tak didapat sampai mengabaikan nikmat yang ada di depan mata.
Saya jadi sadar bahwa rezeki, hidayah, dapat beribadah, dapat bersyukur dan bersabar adalah jauh-jauh lebih berharga daripada uang, harta dan jabatan.
Comments
Post a Comment